vip

Jumat, 18 November 2016

CATATAN-CATATAN PENTING SEPUTAR YASINAN


Bismillaah...

Pengantar Penulis

Pak Maman (bukan nama sebenarnya) seorang yang hafal Surat Yasin di luar kepala, padahal dia buta huruf dan tidak bisa membaca al-Qur'an. Setelah diusut, dia adalah seorang "aktivis Yasinan" yang diadakan di kam­pungnya setiap malam Jum'at dan pada acara-acara lainnya.


Pengalaman mirip juga dialami oleh Hendra (bukan nama sebenarnya). Pemuda yang beridentitas "santri pesantren" tersebut hafal Surat Yasin di luar kepala karena nyantri selama lima tahun di salah satu pondok pesantren, padahal surat-surat lainnya dia belum hafal!!!

Dua fakta di atas merupakan contoh sekaligus bukti bahwa Yasinan adalah suatu tradisi yang mengakar di masyarakat kita.

Nah, timbul sebuah pertanyaan: Apakah tradisi tersebut ada tuntunannya dalam agama Islam?! Ataukah itu adalah perkara baru dalam agama kita yang mulia?!! Inilah yang akan kita dudukkan permasalahannya pada lembaran catatan singkat ini. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang menerima kebenaran.

LEMAHNYA SEMUA HADITS TENTANG YASIN

Kita sangat gembira dengan banyaknya orang yang hafal Surat Yasin, tetapi kita yakin tentunya ada beberapa faktor yang mendorong kaum mus­limin menghafal surat tersebut. Setelah diperiksa, ternyata memang ada faktor pendorongnya, yaitu beberapa hadits yang menerangkan keutamaan dan ganjaran bagi orang yang membaca Surat Yasin. Akan tetapi, semua hadits yang menerangkan Su­rat Yasin lemah.

Kami akan menyebutkan dan menjelaskan se­bagian hadits tersebut supaya kaum muslimin me­ngetahui bahwa hadits-hadits tersebut tidak bisa dipakai sebagai hujjah meskipun untuk fadho'il a'mal(keutamaan amalan).[Yasinan karya al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hlm 7-8, terbitan Media Tarbiyah, Bogor]

√ 1. SURAT YASIN, JANTUNGNYA AL-QUR'AN

إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا وَإِنَّ قَلْبَ الْقُرْآنِ يَس، مَنْ قَرَأَ هَا فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ عَشْرَ مَرَّاتٍ

"Sesungguhnya segala sesuatu memiliki jantung, dan jantungnya al-Qur'an adalah Surat Yasin, barang siapa membacanya maka dia seakan membaca al-Qur'an sepu­luh kali."

MAUDHU' (PALSU). Diriwayatkan at Tirmidzi: 4/46, ad Darimi: 2/456 dari Humaid bin Abdur­rahman dari Hasan bin Sholih dari Harun Abu Mu­hammad dari Muqotil bin Hayyan dari Qotadah dari Anas secara marfu'. Sanad ini lemah sekali, bahkan maudhu' karena Harun Abu Muhammad adalah pendusta. Dalam al Ilal: 2/55-56 dinukilkan ucapan Abu Hatim bahwa hadits ini batil. [Silsilah Ahadits adh Dho'ifah: 169]

√ 2. YASINAN MALAM JUM'AT

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ يَس فِيْ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ غُفِرَلَهُ

"Barang siapa membaca Surat Yasin pada malam Jum'at akan diampuni."

LEMAH SEKALI. Dikeluarkan al-Ashfahani dalam at Targhib wat Tarhib: hlm. 244 dari jalur Zaid bin Huraisy dari Aghlab bin Tamim dari Ayyub dan Yunus dari Hasan dari Abu Hurairah. Sanad ini le­mah sekali. Kecacatannya pada Aghlab bin Tamim. Ibnu Hibban berkata: "Mungkar haditsnya, dia meriwayatkan dari orang-orang terpercaya hadits-hadits yang bukan dari mereka, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah kerena banyaknya kesalahan dia." [Silsilah Ahadits adh Dho'ifah: 5111]

√ 3. BACA SURAT YASIN DI KUBURAN

مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ كُلُّ جُمُعَةٍ  فَقَرَأَ عِنْدَهُمَا أوْ عِنْدَهُ يَس غُفِرَلَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ

"Barang siapa berziarah ke kuburan kedua orang tuanya setiap Jumat lalu membacakan di sisinya Surat Yasin, niscaya akan diampuni sebanyak jumlah ayat dan huruf yang dia baca."

MAUDHU'. Diriwayatkan Ibnu 'Adi: 1/286, Abu Nu'aim dalam Akhbar Ashbahan: 2/344-345 dari jalur Abu Mas'ud Yazid bin Khalid: Menceritakan kepa­da kami Amr bin Ziyad: Menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim ath Thaifi dari Hisyam bin Urwah dari ayahya dari Aisyah dari Abu Bakar secara marfu'. Sanad ini maudhu' karena Amr bin Ziyad pe­malsu hadits. Ibnu Adi berkata: "Batil." Hadits ini dicantumkan Ibnul Jauzi dalam al Maudhu'at: 3/239.

Itulah tiga contoh hadits palsu tentang masalah ini. Sebetulnya masih banyak 'kawannya' yang semuanya tidak shohih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam [Lihat masalah ini secara luas dalam buku Ahadits wa Marwiyyat fil Mizan Hadits Qolbul Qur'an Yasinkarya Syaikh 'Amr Abdul Lathif, Yasinan oleh al Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Hadits-Hadits Seputar Keutamaan Surat Yasin tulisan al Ustadz Dzulqornain dalam Majalah An Nashihah Vol. 6, Tahun 1424]

BEBERAPA CATATAN TENTANG YASINAN

Berikut ini beberapa catatan berharga seputar masalah Yasinan dan hadits-hadits yang berkaitan tentang Surat Yasin:

√ Catatan Pertama: Semua Haditsnya Tidak Shohih

Semua hadits tentang keutamaan Surat Yasin adalah lemah sekali dan palsu, tidak dapat dija­dikan sebagai landasan, menurut penelitian ilmu hadits. Dan kalau telah terbukti bahwa haditsnya tidak shohih maka kita dilarang untuk menyandar­kannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam karena hal itu merupakan kedustaan atas nama beliau yang merupakan dosa besar. Demikian juga kita dilarang untuk menga­malkan isinya karena ibadah itu harus dibangun di atas dalil yang shohih.

Imam al Harowi meriwayatkan bahwasanya Abdullah bin Mubarok pernah tersesat dalam safar. Sebelumnya telah sampai kabar kepadanya: "Barang siapa yang terjepit dalam kesusahan kemudian ber­seru: 'Wahai hamba Allah, tolonglah aku!' maka dia akan ditolong." (Abdullah bin Mubarak) berkata: "Maka aku mencari hadits ini untuk aku lihat sanadnya." Al Harowi berkomentar: "Abdullah bin Mubarak tidak memperbolehkan dirinya untuk berdo'a dengan suatu do'a yang tidak dia keta­hui sanadnya."[Dzammu al-Kalam: 4/68]

Setelah membawakan ucapan di atas, Syaikh al Al bani berkomentar: "Demikianlah hendaknya ittiba' (mengikuti Nabi)."[Silsilah Ahadits adh-Dho'ifah: 2/109]

Dan apabila memang dirimu pernah berpedom­an pada hadits-hadits lemah dan palsu tersebut dan engkau pernah menjadi pembelanya, lalu Allah memberikan petunjuk kepadamu, maka jangan­lah engkau segan-segan untuk memeluk kebenaran dan meninggalkan keyakinanmu yang dulu sekali­pun telah mengakar dalam hatimu.

Penulis merasa takjub dengan kisah Ibnul Jauzi tatkala beliau mengamalkan sebagian hadits ten­tang dzikir setelah sholat. Beliau berkata: "Dahulu saya telah mendengar hadits ini sejak kecil. Saya pun mengamalkannya kurang lebih tiga puluh ta­hun lamanya karena saya bersangka baik kepada para rowinya. Namun, tatkala saya mengetahui bahwa haditsnya adalah maudhu' (palsu) maka saya pun meninggalkannya. Ada seorang pernah berkata padaku: "Bukankah itu mengamalkan suatu kebaikan?!" Saya menjawab: "Mengamalkan kebaikan itu harus disyari'atkan. Kalau kita tahu bahwa itu adalah dusta maka berarti keluar dari perkara yang disyari'atkan." [Al Maudhu'at: 1/245]

√ Catatan Kedua: Gambaran Acara Yasinan

Acara Yasinan adalah acara yang telah mendarah daging di kalangan kaum muslimin di Indonesia. Acara ini biasanya diadakan setiap malam Jum'at atau malam-malam lainnya di masjid atau diada­kan secara bergilir dari rumah ke rumah. Disebut Yasinan karena yang dibaca pada acara ini adalah Surat Yasin secara bersama-sama sesudah membaca Surat al Fatihah secara bersama-sama pula, kemudian diiringi dengan do'a Surat Yasin,takhtim, dan tahlil. Kemudian acara ditutup dengan membaca do'a takhtim dan tahlil. Semua itu dilakukan secara bersama-sama dan dengan suara keras. [Lihat Surat Yasin Takhtim Tahlil dan Doa, disusun oleh Muham­mad Anwar, penerbit Sumber Ilmu Jaya, Medan. Dinukil dari Bincang-Bincang Seputar Tahlilan, Yasinan, dan Maulidan hlm. 15 karya Ust. Abu Ihsan al-Atsari]

Yasinan di berbagai daerah terkadang disendi­rikan pada malam Jum'at dan terkadang dijadikan satu acara dengan 'temannya' yang bernama Tahlil­an. Kegiatan ini dimulai dengan bacaan pujian, Surat Yasin, atau surat-surat lain, dzikir-dzikir, serta do'a-doa yang ditujukan untuk si mayit di alam kubur, hingga diakhiri dengan hidangan aneka makanan yang lebih dari ala kadarnya, bahkan biasanya ada juga makanan buah tangan (berkat) yang dibawa pulang." [Lihat Penjelasan Gamblang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan dan Selamatan hlm. 21-22 karya al Ustadz Abu Ibrahim Muham­mad Ali A.M]

√ Catatan Ketiga: Ritual Yasinan Bid'ah Tetapi Dianggap Sunnah

Hadits No. 2 di atas sering dijadikan pedoman sebagian kaum muslimin yang mengadakan acara Yasinan setiap malam Jum'at padahal hadits terse­but tidak shohih. Dan anggaplah bahwa haditsnya shohih sekalipun, cara seperti itu tidak pernah di­contohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya. Se­andainya hal itu baik, tentu akan dianjurkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya. Ingat, agama Islam telah sempurna dan ibadah itu harus berdasarkan dalil yang shohih.

Namun, yang harus dipahami dan diperhatikan, ini bukan merupakan pelecehan kepada salah satu Surat al-Qur'an. Yang diingkari adalah tata acara ibadah yang tidak ada tuntunannya tersebut!! Mi­rip dengan masalah ritual ini adalah fatwa al Hafizh as Sakhowi rahimahullah (murid al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah) ketika beliau ditanya tentang kebiasaan manusia usai sholat bahwa mereka membaca al Fatihah dan menghadiahkannya kepada kaum muslimin yang hidup dan mati, maka beliau menjawab: "Cara se­perti itu tidak ada contohnya, bahkan ini terma­suk kebid'ahan dalam agama." [Al-Ajwibah al-Mardhiyyah: 2/721]

Nah, sekarang timbul pertanyaan: Apakah ritual Yasinan adalah ritual Islami?! Jawaban pertanyaan di atas dapat kita kutip dari sebuah diskusi kecil yang terjadi antara A dan B sebagai berikut:

A:  Mengapa anda tidak pernah kelihatan ikut acara Yasinan?

B:  Karena acara itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi kita.

A:  Bukankah ini termasuk ritual Islami?

B:  Ritual Islami berarti ibadah, sedangkan ibadah harus berdasarkan dalil yang jelas. Dan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya adalah bid'ah dan tidak diterima oleh Alloh, sehingga perbuat­an itu sia-sia.

A:  Bukankah semua manusia sekarang mengamal­kannya?

B: Banyaknya manusia bukan sandaran kebenar­an. Bukankah kebanyakan manusia sekarang berbuat maksiat? Apakah Nabi kita dan para sa­habatnya dan generasi terbaik mengetahui ritual Yasinan?

A: Mungkin saja mereka tahu!

B: Mengapa mereka tidak melakukannya? Pada­hal mereka lebih tahu masalah agama daripada manusia sekarang. Bukankah para sahabat lebih rajin dan lebih semangat ibadah daripada kita? Apakah Nabi dan para sahabatnya bodoh ma­salah agama? Atau Nabi kita berkhianat tidak menyampaikan amanatnya?!

Akhirnya, si A yang merupakan simpatisan ritual Yasinan pun terdiam dan setelah itu dia mulai meninggalkan ritual-ritual yang dikatakan Islami padahal tidak ada dasarnya sama sekali. [Penjelasan Gamblang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan, dan Selematan karya al Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali A.M. hlm. 32-33, Penerbit Pustaka Al-Ummat, cetakan pertama]

Jadi, sampai sekarang belum kita temukan bukti nyata berupa riwayat atau hadits yang shohih bah­wa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyelenggarakan acara Yasin­an di masjid beliau atau menganjurkannya kepada seorang sahabatnya. Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam   telah mela­rang kita mengkhususkan hari Jum'at atau malam­nya untuk diisi dengan ibadah-ibadah tertentu.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الجُمُعَةِ بِقِيَامِ مِنْ بَيْنَ اللَّيْالِي وَلَا  تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةَ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنَ الأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ

"Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum'at dari malam-malam lainnya untuk sholat malam. Jangan pula kalian mengkhususkan hari Jum'at dari hari-hari lainnya untuk puasa kecuali bila bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa dia lakukan." (HR. Muslim: 1144)

√ Catatan Keempat: Membaca Yasin di Kuburan

Hadits No. 3 menunjukkan sunnahnya membaca al Qur'an di kuburan padahal membaca al Qur'an di kuburan tidak ada contohnya dalam sunnah yang shohih, tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya. Di antara dalilnya adalah hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ. إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ البَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيْهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, karena sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya Surat al Baqarah." (HR. Muslim: 1300)

Hadits ini mengisyaratkan bahwa kuburan bu­kanlah tempat untuk membaca al Qur'an. Oleh karena itu, Nabi menganjurkan untuk membaca al Qur'an di rumah dan melarang menjadikan rumah sebagai kuburan yang tidak dibacakan al Qur'an di dalamnya. [Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar 1/685]

Bahkan dalam riwayat Muslim (1619) ketika Aisyah radhiyallahu 'anha bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Apa yang saya katakan pada mereka (ahli kubur), wahai Rasulullah?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengajarkan kepada Ai­syah radhiyallahu 'anha agar membaca al Qur'an tetapi hanya me­ngajarkan do'a dan salam saja. Seandainya hal itu disyari'atkan, tentu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak akan menyembu­nyikan kepada kekasihnya.

Dengan keterangan di atas, jelaslah bahwa membaca al Qur'an di kuburan merupakan suatu kebid'ahan sebagaimana ditegaskan oleh sejum­lah ulama seperti Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dalam suatu riwayat. [Syarh Ihya' karya az-Zabidi: 2/285]

Wahai saudaraku muslim, peganglah erat-erat sunnah Nabimu dan waspadalah dari perkara bid'ah dalam agama sekalipun dianggap baik oleh kebanyakan manusia karena setiap bid'ah adalah sesat sebagaimana ditegaskan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. [Silsilah Ahadits adh Dho'ifah: 50. Lihat jugaAhkatnul Jana'iz: hlm. 241-242]

√ Catatan Kelima: Jangan salah Paham!!

Hal yang perlu diingat dan diperhatikan dari tu­lisan ini adalah bahwa dengan membahas masalah ini bukan berarti kami melarang membaca Surat Yasin. Kami ingin menjelaskan kesalahan orang-orang yang menyandarkan dalil keutamaannya ke­pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam karena berdusta atas nama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diharamkan dan diancam masuk neraka. Selain itu, kita wajib melihat apakah ada contoh dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berupa riwayat yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membaca Surat Yasin setiap malam Jum'at, setiap mulai atau menutup majelis ta'lim, ketika ada orang mati, dan lain-lain.

Mudah-mudahan, penjelasan dan keterangan ini tidak mematahkan semangat tetapi malah sebagai dorongan untuk membaca dan menghafal seluruh isi al Qur'an dan berupaya untuk mengamalkan­nya. [Yasinan karya al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas him. 8-9, terbitan Media Tarbiyah, Bogor]

Maka janganlah engkau tertipu dengan ucapan ahli bid'ah kepada Ahli Sunnah tatkala Ahli Sunnah mengingkari ritual seperti ini dengan ucapan me­reka: "Mereka adalah Wahhabi!! Melarang manusia dari dzikir dan membaca al Qur'an! Tidak suka ba­caan al Qur'an dan shalawat kepada Nabi!!"

Jadikanlah atsar berikut ini sebagai pelajaran. Sa'id bin Musayyib melihat seorang laki-laki menunaikan sholat setelah fajar lebih dari dua raka'at, ia memanjangkan rukuk dan sujudnya. Akhirnya, Sa'id bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu berkata: "Wahai Abu Muhammad, apak­ah Allah akan menyiksaku dengan sebab sholat?" Beliau menjawab: "Tidak, tetapi Allah akan me­nyiksamu karena menyelisihi as-Sunnah." [Dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan Kubro:2/466 dan dishohihkan al-Albani dalam Irwa'ul Gholil:2/236]

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah mengomentari atsar ini: "Ini adalah jawaban Sa'id bin Musayyib yang sangat indah dan merupakan senjata pamungkas terhadap para ahlul bid'ah yang menganggap baik kebanyakan bid'ah dengan alasan dzikir dan sholat kemudian membantai Ahlus Sun­nah dan menuduh bahwa mereka (Ahlus Sunnah) mengingkari, dzikir dan sholat! Padahal sebenarnya yang mereka ingkari adalah penyelewengan ahlu bid'ah dari tuntunan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam dalam dzikir, sholat, dan lain-lain." [Irwa'ul Gholil: 2/236]

√ Catatan Keenam: Menepis Beberapa Syubhat

Ada beberapa alasan yang dijadikan landasan sebagian kalangan yang biasa menyelenggarakan acara tersebut, seperti ucapan mereka: "Ritual itu sudah merupakan bagian mayoritas masyarakat yang tidak bisa ditinggalkan", "Hadits-hadits keutamaan Yasin", dan sebagainya.

Kami tidak ingin membahasnya satu persatu, karena kami kira keterangan di atas sudah memuat jawabannya. Hanya, ada dua syubhat lainnya yang kami rasa penting untuk menjawabnya:

@ Syubhat Pertama: Yasinan masalah Khilafiyyah.

Syubhat ini mereka lontarkan seakan-akan Ya­sinan adalah masalah ijtihadiyyah yang boleh berbeda pendapat tentangnya, sehingga tidak boleh diingkari. [Sungguh mengherankan ucapan sebagian orang yang diang­gap militan dalam organisasinya tatkala mengatakan: "Dari hasil penelitian dengan metodologi modern, maka tahlilan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan keagamaan, tahlilan merupakan alat pemersatu umat, dan tahlilan adalah masalah khilafiyyah yang tidak boleh diing­kari oleh lainnya." (Sumber Konflik Masyrakat Muslim NU-Muhammadiyyah him. 257-259). Subhanallah, apakah teknologi modern dapat merubah kebatilan menjadi suatu kebenaran?!! Hanya kepada Allah kita mengadu, keadaan manusia zaman sekarang!!]

Jawaban:

1. Kita bertanya-tanya: Apakah setiap perbedaan pendapat tidak boleh diingkari? Jawabannya ti­dak, sebagaimana dahulu dikatakan:

وَلَيْسَ كُلُّ خِلَافٍ جَاءَ مُعْتَبَرًا

               إِلَّاخِلَافًالَهُ حَظٌّ مِنَ النَّظَرِ

Tidak semua perselisihan itu dianggap

Kecuali perselisihan yang memang memiliki dalil yang kuat. [Lihat al Itqon fi Ulum Qur'an karya al Hafizh as-Suyuthi 1/24]

2. Kewajiban setiap muslim ketika menjumpai per­bedaan pendapat adalah mengembalikannya kepada Allah dan RasulNya, sebagaimana firman Allah:

وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taa­tilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemu­dian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. an-Nisa' [4]: 59)

3. Anggapan mereka bahwa Yasinan adalah ma­salah khilafiyyah adalah tidak benar karena perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama salaf adalah tentang masalah "meng­hadiahkan pahala amalan kepada orang mati" bukan masalah Yasinan. Adapun Yasinan adalah pengkhususan bacaan-bacaan tertentu sebagai­mana yang mereka lakukan, dan ini termasukbid'ah idhofiyyah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya" dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka. Kalaupun seandainya kita mengatakan pahala bacaan al-Qur'an yang dihadiahkan akan sampai kepada orang mati maka ini pun sama sekali bukan dalil untuk melegalkan acara Yasinan.

4. Kemudian, mengapa mereka mengikuti sesuatu yang tidak ada landasannya, sedangkan sunnah-sunnah lainnya yang jelas disyari'atkan mereka lalaikan?!! [Disadur dengan beberapa perubahan dariPenjelasan Gam­blang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan, dan Selamatan karya Ust. Abu Ibrahim Muhammad Ali, cetakan pertama him. 70-76]

@ Syubhat Kedua: Jangan Sibuk Dengan Masalah Parsial!!

Sebagian da'i yang 'hikmah' dan ustadz gaul yang 'tidak kolot' dengan 'kearifan' mereka men­coba untuk menempuh jalan pintas. Kata mereka: "Mengapa sih kita sibuk dengan masalah-masalah kulit!! Lihatlah, banyak saudara-saudara kita yang teraniaya!! Gereja-gereja timur saling bantu-mem­bantu dengan gereja barat. Lantas, masihkan kita menyibukkan diri dengan masalah-masalah ku­lit seperti ini?!! Semuanya baik, yang yasinan atau yang tidak yasinan baik. Yang tidak baik adalah yang tidak ngaji al Qur'an!!"

Jawaban:

1. Ucapan ini sangat berbahaya karena akan ber­dampak meremehkan hukum-hukum Islam de­ngan alasan bahwa ini hanya masalah kulit, kecil, dan sebagainya. Lalu tidak ada pengingkaran dalam hatinya kepada seorang yang melanggar­nya padahal mengingkari kemungkaran meru­pakan kewajiban setiap muslim. Apakah kita ingin seperti ahli kitab yang dilaknat Allah kare­na mereka tidak mengingkari kemungkaran?!! Bukankah kewajiban bagi orang yang mengerti untuk tegas mengingkari kemungkaran?! Lantas, mengapa harus ditutup-tutupi?!

2. Pembagian agama Islam kepada isi dan kulit merupakan pembagian yang bid'ah. Dan kalaulah pembagian ini dianggap benar maka hal itu bukan berarti bahwa kita harus meremehkan ku­lit karena kulit tidaklah diciptakan sia-sia tetapi untuk menjaga isi buah. Hal ini mendorong kita agar tidak meremehkan masalah kulit dalam agama!! 

Alangkah indahnya ucapan al Izz bin Abdus Salam: "Seandainya dikatakan kepada seorang di antara mereka: 'Sesungguhnya ucap­an gurumu itu cuma kulit, niscaya dia akan sa­ngat mengingkarinya, lantas bagaimana dia me­nganggap kulit terhadap syari'at Islam!! Padahal syari'at diambil dari al-Qur'an dan sunnah. Maka hendaknya orang jahil ini mendapatkan hukum­an yang pantas karena dosanya tersebut." [Al Fatawa him. 71-72, sebagaimana dalam Ilmu Ushul Bida' karya Ali bin Hasan al Halabi him. 258]

3. Adapun masalah kehinaan kaum muslimin dan gencarnya makar musuh-musuh Islam, hal ini tidak boleh menjadikan terhambat (tertunda) nya penerapan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Bukankah para sahabat dan salaf dahulu juga menghadapi perla­wanan hebat dari musuh-musuh Islam? Namun, apakah hal itu menjadikan mereka meremehkan dan meninggalkan penerapan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengingkari bid'ah?!! Sama sekali tidak. [Lihat Tabshiru Ulil Albab bi Bid'ah Taqsim Din lla Qosyri wa Lubab karya Muhammad bin Ahmad Ismail hlm. 122-136. Lihat juga masalah ini secara panjang lebar dalam kitab Dalail ash Showab fi Bid'ah Taqsim Din lla Qosyr wa Lubab karya Syaikh Salim bin 'Id al Hilali]

√ Catatan Ketujuh: Beberapa Bid'ah Berkaitan Surat Yasin

Ada beberapa kesalahan dan kebid'ahan yang biasa dilakukan oleh sebagian manusia berkaitan dengan Surat Yasin, di antaranya:

a. Membaca Surat Yasin ketika memandikan mayit.

b. Membaca Surat Yasin kepada orang yang akan meninggal dunia.

c. Membaca Surat Yasin di kuburan.

d. Menjadikan Surat Yasin sebagai jimat.

e. Membaca Surat Yasin sebanyak empat puluh kali. [Lihat Mu'jamul Bida' him. 679 karya Syaikh Ro'id bin Shobri Abu 'Ulfah]

√ Catatan Kedelapan: Marilah Banyak Membaca dan Mempelajari al Qur'an

Sekali lagi, bukanlah tujuan tulisan ini untuk menggembosi semangat kaum muslimin untuk membaca al-Qur'an. Sekali-kali tidak, bahkan kami sangat menghimbau diri kami pribadi dan kepada seluruh kaum muslimin di mana pun berada untuk banyak membaca, mempelajari, merenungi, dan mengamalkan isi al Qur'an karena di dalamnya terdapat mutiara-mutiara ilmu berharga yang akan menambah keimanan kita dan ketenteraman hati kita. Marilah kita ingat tujuan diturunkannya kitab suci al Qur'an kepada kita.

Allah berfirman:

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ

"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shod [38]: 29)

Inilah tujuan diturunkannya al Qur'an. Jadi, ia bukan untuk sebagai jimat, pajangan, atau ritual-ritual rutinitas yang tidak diizinkan dalam syari'at. Maka sebagai ganti dari acara Yasinan kita bisa mengubahnya menjadi pengajian tafsir al Qur'an, pengajian agama lainnya, atau mengkaji bersama membaca al Qur'an disertai artinya. Sungguh hal-hal ini lebih baik dan lebih berbarokah.

Akhirnya, kita berdo'a kepada Alloh agar men­jadikan al-Qur'an penyejuk hati kita dan petunjuk hidup kita serta lentera jalan kita

Oleh: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi hafizahullah

www.ibnumajjah.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar